Lanjutan II Cerpen "Titik Temu"
Setelah penerbangan 18 jam 40 menit dengan satu kali
translit di Bandara Hamad Internasional, akhirnya Bunyai Tazkia dan Pak Azhar
sampai di London Heathrouw Airport Bandara tersibuk di Eropa yang mengalahkan
Bandara Charles de Gaulle di Prancis dan Frankfurt Jerman. Dari bandara beliau
langsung menuju ke Hotel Sofitel London Haethrouw yang hanya berjarak 10 menit
jalan kaki. Beliau langsung istirahat setelah mandi dan menunaikan ibadah.
Lalu keesokan harinya beliau dan Pak Azhar langsung menuju
ke daerah Marylebone untuk pindah hotel dan pertemuan terkait ekspor-impor.
Dalam perjalanan ke hotel beliau menerima panggilan masuk dari bagian asisten
perusahaan yang akan ditemuinya bahwa atasan mereka akan menemui langsung
beliau di lobi hotel terlebih dahulu untuk menyambut beliau dan Pak Azhar.
Perjalanan ke Hotel Chiltern Firehouse yang berdekataan
dengan Buckingham Palace, Big Ben, The Sherlock Homes Museum, Madame Tussauds
London, dan juga searah dengan London Central Musque, The Regent’s Park, serta
tempat penting lainnya membuat Bunyai tak henti-hentinya sumeringah takjub akan
tatanan kota Ratu Elizabeth ini.
Sesampainya
di lobi hotel, beliau kaget disambut oleh gadis cantik dengan style hijab
syar’i yang elegan, senyumnya tulus, dan wajahnya terlihat ada campuran
Asia-Eropa. Beliau merasa tak sendiri berhijab di tengah-tengah negara yang
mayoritas non muslim ini.
“Assalamualaikum, selamat datang Bu Tazkia dan Pak Azhar di
London.” Sapa wanita muda itu dengan bahasa Indonesia yang fasih membuat Bunyai
dan Pak Azhar semakin kaget terperanjat, beliau saling menatap, tersenyum
heran.
“Wa alaikum salam Nona. Terima kasih atas sambutannya. Mohon
maaf, Kami heran Nona bisa bahasa Indonesia” Jawab Bunyai Tazkia dan langsung
tanpa basa-basi menanyakan tentang gadis cantik itu.
“ Iya Bu Tazkia, saya blasteran Indonesia-Inggris dan memang
sejak kecil berada di Indonesia. Sempat kuliah 2 tahun di PTN Surabaya dan
akhirnya pindah kesini ikut orang tua. Oh iya monggo silahkan duduk dulu pak
buk. Kamarnya sudah kami persiapkan.” Jawab
gadis
jelita itu dengan suaranya yang lembut dan intonasi yang memukau.
“Masyallah sampai lupa, nama nona siapa?” Tanya Pak Azhar
yang tertegun juga melihat bahwa rekan bisnisnya adalah wanita muda dibawah 30
tahun.
“Nama saya Aleta Queenna Cartwright,
panggil saya Aleta pak-bu.”
Akhirnya obrolan ringan pun mengalir diantara mereka. Aleta
sangat senang akhirnya bisa bernostalgia tentang Indonesia dengan dua sosok
yang dilihatnya sangat bersahaja. Pikiran tentang Atha juga sempat singgah
beberapa saat di pikirannya, namun ia biarkan berlalu. Karena ia tahu,
memikirkannya akan membuatnya melamun dan mengabaikan lawan bicaranya saat itu.
Sampai pada akhirnya, dia kaget dan terperanjat hebat ketika Bunyai
Tazkia
menceritakan bahwa dia juga memiliki putra satu PTN (Perguruan Tinggi Negeri)
dengannya.
“Namanya Dehaan Athaya Altezza, kamu tahu?” Kalimat Bunyai
Tazkia seperti gemuruh di siang hari yang berdenting kencang, membuatnya tak
bisa bergeming, matanya nanar, tubuhnya gemetaran, kata-katanya hilang.
“Nak Aleta! Nak Aleta kenal dengan anak saya?” Akhirnya
pertanyaan kedua Bu Tazkia memecahkan lamunannya. Aleta menjawab iya. Aleta
menjelaskan bahwa dia kenal Atha sebagai anak jenius dan satu organisasi
dengannya. Penjelasannya simpel dan hanya bersifat formalitas saja.
Namun, sebagai sesama wanita, Bunyai menangkap ada kisah
yang belum sempat diceritakan tentang anaknya dan gadis inggris berhijab yang
jelita ini. Namun beliau menahan pertanyaannya. Beliau menunggu momen yang
tepat untuk Aleta mengungkapkan kisah-kisahnya dengan sang anak. Sedangkan Pak
Azhar tidak ingin mengorek lebih dalam ditakutkannya akan mengganggu dealing
business nantinya. Akhirnya setelah berganti topik kesana kemari, mereka
berpisah dan akan bertemu esok melanjutkan obrolan terkait kesepakatan bisnis
mereka.
Aleta berpamitan dan menjabat tangan Bunyai Tazkia dan Pak
Azhar. Perasaannya campur aduk. Adakah pertemuan dengan Bu Tazkia adalah
untaian takdir-Nya yang akan mempersatukan Aleta dengan Atha yang kerap kali
dia lafalkan dalam dzikirnya. Atau bisa jadi pertemuan ini memberi tanda bahwa
saatnya Aleta beranjak menjemput takdir lain karena mungkin saja Atha sudah
memiliki pilihan lain di hidupnya. Perasaan tak karuan ini ingin segera ia
muntahkan, namun dia benar-benar ingin menjaga marwah perempuan muslimah
apalagi mengingat hadis yang baru-baru ini dia baca “Sesungguhnya setiap
agama memiliki berbagai akhlak, dan sesungguhnya akhlak Islam ialah rasa
malu.”
(HARI
Ibnu Majah) menelaah hadis ini dia mencoba untuk tetap menutup rapat
perasaannya dan tidak mau mengumbar sedikit pun apalagi kepada ibu dari orang
yang disayanginya.
“Duhai hati, aku tahu kamu meronta. Aku tahu kamu menuntut
sua, menceritakan kerinduan yang kian tak teredam. Duhai hati, aku juga sadar
selubung kecemasan menyelimutimu, jangan-jangan harapan ini nantinya berbalas
kekecewaan. Akankah pahitnya pamit menjadi derita yang teramat sakit. Aku
mencoba meyakinkanmu, namun kau benar-benar sulit untuk diyakinkan. Duhai Dzat
Pengarang, akankah harapan hamba benar-benar
terbuang,
adakah penantian ini hanya sebuah bayang. Duhai Penjaga hati, ku titipkan batin
ini padamu, agar ia selalu kuat dan tetap sesuci hati para kekasihmu. Aku
berserah pada semua naskah yang Kau takdirkan untuk menjadi sebuah kisah hatiku
yang resah.” Batin Aleta dalam perjalanan pulang.
******
Di dalam kamar Hotel Chiltern Firehouse, Bunyai Tazkia
mereka-reka tentang hubungan sebenarnya antara Gus Atha dan Aleta. Beliau
menarik beberapa kesimpulan tentang alasan Gus Atha yang tidak mau berkunjung
ke Inggris hampir 5 tahun dengan alasan yang tak bisa diterima nalar, Aleta
yang tinggal di Inggris hampir 5 tahun juga. Yang lebih mencurigakan gestur
tubuh dan raut wajah Aleta yang benar-benar terlihat kaget ketika mendengar
nama Atha disebut. Jangan-jangan alasan Atha membujang selama ini adalah
menantikan Aleta datang? Tapi bagaimana jika ternyata Aleta sudah memiliki
pasangan.
“Besok saya akan menanyakan langsung dan mengulik secara
halus rahasia diantara mereka. Semoga Allah memudahkan rencana baik ini.”
Gumamnya dalam hati.
Hari ketiga Bunyai Tazkia dan
Pak Azhar di London. Sesuai rencana, mereka hendak melakukan rapat kerja
bersama Aleta dan staffnya di The Ivy Chelsea Garden, Restoran khas Eropa yang
paling terkenal di London. Restoran Fine Dining ini dekat sekali dengan
Keningston Palace, Buckingham Palace, tempat kediaman Ratu Elizabeth, dan Royal
Academy of Art yaitu tempat para bangsawan dan anak konglomerat seluruh dunia
menuntut ilmu.
Bunyai dan
Pak Azhar mengenakan pakain rapi dan formal, karena restoran ini memberlakukan
dress code formal bagi para tamunya. Restoran terbaik di London ini juga
merupakan langganan Tom Cruise, David Beckham, Victoria Beckham, dan para
selebritis papan atas serta para bangsawan. Beliau melihat Aleta dengan blazer
putih karya Hana Tajima dipadukan dengan hijab hitam dan bawahan hitam membuat
penampilannya terkesan benar-benar elegan. Beliau takjub akan kesempurnaan
visualisasi Tuhan pada diri wanita satu ini.
“Monggo bu,
mari silahkan.” Sambut Aleta dengan senyuman manisnya sambil berdiri tanda
menghormati partner bisnisnya, yang sebenarnya bakal calon mertuanya yang belum
kesampaian.
“Terima
kasih Nona Aleta” ucap Pak Azhar dan Bunyai bersamaan.
Mereka
kemudian mulai memesan, Aleta memesan Tuna Carpaccio, Lavender Lady, dan
Champagne Tea sebagai penutup. Sedangkan Bunyai dan Pak Azhar masing-masing
memesan Steak Tartare, Folded Ham and Cheese Omelette, Truffle Arancini yang
terkenal, Buttermilk Pancakes, dengan minuman Wassail, Eggnog, dan Americano
Flat White yang wajib dipesan oleh Pak Azhar yang tidak bisa lepas dari kopi.
Perbincangan terkait rencana
bisnis pun berlangsung santai. Mereka saling melengkapi informasi terkait
ekspor-impor yang akan mereka tanda-tangani. Kesepakatan besar ini nantinya
akan dilakukan 3 bulan setelah rapat penting pertemuan 2 owner dan
perwakilannya ini. Pihak Bu Tazkia sebagai penyedia barang memiliki tanggung
jawab penuh terhadap quality control dan packaging sedangkan
pihak Aleta hanya sebagai distributor untuk area Eropa dengan tanggung jawab
perizinan mulai dari Indonesia sampai Inggris. Setelah semuanya clear,
mereka pun berbincang santai membahas berbagai peluang bisnis di masa
mendatang, tentang digital marketing, personal branding, sampai brand
fashion yang lagi booming di berbagai pelahan dunia.
Aleta merasa
sangat nyambung berbicara dengan Bunyai Tazkia. Menurutnya, perempuan ini
memiliki kecerdasan yang mengagumkan, selera yang tinggi, bahasanya yang ringan
dan mengasikkan, stylenya yang anggun, dan cara pandang yang luas terhadap
kemajuan. Dia sangat mengagumi sosok ini, kelak dia berharap bisa memiliki
kapabilitas seperti beliau. Namun, tanpa ia sadari Bunyai dan Pak Azhar juga
sangat terpesona dengan semua hal tentang Aleta, terutama gaya bicaranya yang
mengagumkan, dapat mempengaruhi orang lain dengan baik. Aleta menurut mereka
bisa menjadi sosok pemimpin wanita luar biasa kelak karena mampu meyakinkan
pendengarnya dengan data dan katanya yang berdasarkan pengetahuannya yang luas.
Setidaknya pertemuan ini adalah awal baik dari berbagai rangkain takdir Tuhan
akan hubungan mereka selanjutnya.
“Setelah makan siang ini, saya
mengajak ibu dan bapak mengunjungi Masjid Al Manaar yang merupakan salah-satu masjid
terbesar disini, sekalian kita menunaikan Sholat Ashar disana. Apakah bapak ibu
bersedia?” Ajak Aleta menawarkan tour kepada Bunyai Tazkia dan Pak Azhar, dan
beliau pun mengiyakan.
Sepanjang
perjalanan Aleta mengisahkan tentang latar belakang keluarganya, mulai dari
kakek dan pendirian perusahaannya sampai pada kisah pertemuan Ayah dan Ibunya
di
Indonesia. Aleta juga
menceritakan tentang keyakinan keluarganya yang agnostik dan ibunya yang
Muslim. Namun, kemudian Aleta beserta bapaknya dengan penuh keyakinan memeluk
Islam setelah perpindahan mereka ke Inggris. Bunyai Tazkia juga menceritakan
tentang latar belakang keluarga dan perusahaannya, serta pertemuannya dengan
suaminya yang beda latar belakang dengannya. Dia anak pengusaha sedangkan
suaminya adalah anak dari pimpinan pesantren. Beliau juga sebenarnya ingin
langsung menanyakan tentang hubungan dia dan Atha, namun beliau urungkan.
Beliau menunggu momen setelah sholat nanti di masjid Al Manaar.
Mobil
Bentley Mulsanne 6.75 L V8 yang dikendarai oleh Aleta sampai di jalan A4202
dekat dengan Kensingston Garden. Mobil mewah yang memiliki tenaga 505
Horsepower dan torsi 1020 nm ini membuat Pak Azhar yang sangat mengikuti
perkembangan mobil semakin kagum dengan pilihan mobil Aleta. Baginya Aleta
adalah wanita cerdas berkelas dan memiliki kualitas yang di atas rata-rata
wanita pada umumnya.
Dan tak
membutuhkan waktu lama akhirnya mereka sampai di depan masjid Al Manar. Mereka
langsung ke bagian wudhu’ dan beberapa saat kemudian mendirikan sholat jamaah
bersama imam masjid. Mereka terlihat khusyuk hingga salam kedua diucapkan.
Setelah sholat, Bunyai Tazkia langsung memulai rencana telisiknya.
“Nona Aleta,
maaf bila lancang. Ada yang hendak saya tanyakan.” Ucap Bunyai Tazkia mengawali
pembicaraan.
“Tentang apa
Bu Tazkia?” Tanya Aleta dengan perasaan seperti ingin diinterogasi karena mimik
serius yang ia lihat di wajah Bu Tazkia.
“Tentangmu
dan anakku Atha. Sebagai ibu dan sebagai seorang wanita saya merasa ada rahasia
yang masih Nona Aleta sembunyikan dari saya terkait Atha. Jujurlah anakku,
Semoga Allah memberikan keajaiban-Nya karena kejujuranmu.” Pungkas Bunyai
Tazkia lugas. Perkataan yang membuat Aleta langsung menangis terisak dan
membuatnya membisu sesaat. Jantungnya berdentuman kencang, Jari-jemarinya
serasa kesemutan, dan badannya terasa ringan tak bertuan.
“Kenapa
ananda menangis, maafkan Ibu kalau salah tanya.” Ungkap Bunyai Tazkia menyesal.
Namun kemudian Aleta menyeka air matanya, dia tarik nafas dalam-dalam dan
menceritakan semuanya kepada Bunyai Tazkia. Dia memulai dari pertemuannya yang
tiba-tiba, kekagumannya ke sosok Atha, hingga ia jatuh cinta padanya. Tidak
lupa juga dia
menceritakan tentang awal dia
tertarik kepada Islam karena perdebatan dengan Atha dan pribadi Atha yang
menurutnya mencerminkan ajaran yang teduh dan damai. Hingga akhirnya mereka
berpisah dan memasrahkan titik temu mereka pada takdir Tuhan.
Mendengar cerita Aleta, Bunyai
Tazkia menangis haru. Ternyata inilah jawaban dari rasa penasaran beliau selama
ini atas pilihan Atha memilih hidup menyendiri. Mungkin inilah jawaban Allah
atas doa-doanya selama ini. Dan jalan cerita cinta mereka Allah suguhkan lewat
pertemuan bisnis yang tidak disangka-sangka merupakan cara Tuhan nanti
mempertemukan antara 2 insan yang sama-sama menjaga kesucian cintanya. Bunyai
tazkia kemudian menenangkan Aleta, dia pun bercerita bahwa Atha sampai saat ini
memilih sendiri dan menanti keajaiban ini tiba. Beliau kemudian tidak menunggu
jeda waktu meminta kepada Aleta untuk segera dipertemukan dengan kedua orang
tuanya untuk meminang gadis jelita ini. Aleta terkejut dan memeluk erat beliau.
Mereka saling berpelukan dengan tangisan haru disaksikan jamaah yang keheranan
melihat mereka berdua.
Pak Azhar
kemudian menemui mereka di teras masjid. Bunyai Tazkia menceritakan semua ke
Pak Azhar, beliau terbelalak dengan perasaan bahagia yang tak terkira. Mereka
kemudian sepakat agar kabar ini disampaikan ke Indonesia, namun merahasiakan
calon pengantin wanita kepada semuanya kecuali Kyai Ali saja. Sejurus kemudian,
Bunyai Tazkia, Pak Azhar, dan Aleta menuju Compton Avenue tempat kediaman orang
tua Aleta selama di London. Untungnya, kedua orang tua Aleta ada disana yang
seharusnya tadi pagi berangkat ke Edinburgh namun diurungkan karena satu dan
dua sebab.
Sampai di
kediaman Aleta, orang tua Aleta menyambut calon besannya dengan rasa haru.
Mereka sudah diceritakan singkat oleh Aleta sebelum dia berangkat. Akhirnya
mereka bermusyawarah dan menentukan tanggal pernikahan di Indonesia 2 minggu
setelah pertemuan ini. Mr Arthur dan Ibu Sisintya beserta 10 rombongan akan
menghadiri acara tersebut, namun memasrahkan ijab qobul kepada KUA nantinya.
Akhirnya, secercah cahaya di musim semi Aleta benar-benar membawa suntikan
kehidupan baginya. Namun, niat baik ini masih hanya sebuah rencana, dan 2
minggu ke depan takdir Tuhan lain masih tetap misteri yang harus terus didoakan
agar berjalan lancar.
Aku berharap pagiku bisa melepas penat dengan semburat panas
matahari yang hangat. Aku berharap pagiku bisa mengobati perihnya rindu, dan
diganti dengan lembaran baru yang lebih seru. Aku berharap embun pagiku bisa
mendatangkan sejuk, menyirami semangat hidupku yang mulai aku kutuk. Aku berharap
pagiku membawa hujan yang menghapus guratan cinta ini yang mematikan.
Pagi tadi abah meneleponku, beliau berkata umi sudah
menemukan jodoh terbaik untukku. Pintanya, saat ini aku harus menurutinya
sesuai dengan apa yang aku sampaikan tempo hari di bandara. Abah
menyampaikannya singkat, namun dibumbui dengan doa panjang yang mengiris hati.
Aku tahu kedua orang tuaku benar-benar demokrasi, moderat, dan sangat patuh
pada syariat. Aku yakin pilihannya adalah benar-benar yang terbaik bagiku. Saat
ini aku benar-benar pasrah dan ikhlas siapa pun kelak yang menjadi teman
hidupku. Aku bertekad dan berjanji sepenuh hati akan mengabdikan cinta dan
hidupku untuk wanita yang akan aku halalkan nanti.
Namun, setebal apapun tekad yang aku susun, di pikiranku
sosok Aleta tetap saja muncul. Aku mencoba menepisnya perlahan dengan membaca
Rotibul Haddad, Rotibul Athos, diikuti berbagai sholawat mulai Sholawat
Manshub, Sholawat Nariyah, Sholawat Nuril Anwar, disusl Sholawat An Nuraniyah,
Sholawat Thibbil Qulub, dan Sholat Ibrahimiyah sampai tak terasa dari waktu
Dhuha sampai hampir menjelang Adzan Dhuhur. Dan Alhamdulillah, kerak
pengharapan berbuah mutiara kepasrahan yang berkilau. Sekarang aku benar-benar
yakin atas takdir Tuhan lain selain titik temu dengan Aleta.
5 tahun hampir berlalu. Aku mengakui bahwa namanya sudah
menaklukkan hati. Bagaimanapun aku ingin menahkodainya dalam bahtera rumah
tangga. Namun, takdir tetaplah takdir. Dia yang kuharap, namun orang lain yang
kudapat. Tentunya, inilah kisah terbaik yang dipilihkan untukku, mudah-mudahan
membawa hujan yang memudarkan ingatanku.
Dan 3 hari kemudian Umi dan Paklik Azhar kembali ke
Indonesia. Beliau menceritakan kunjungan bisnisnya dan berbagai pengalaman yang
beliau alami disana. Kemudian beliau serahkan buku yang tempo hari aku pesan.
Setelah sampai di rumah beliau langsung menemui abah. Mereka berdua
bercengkerama serius membicarakan pernikahan saya yang akan dilaksanakan 11
hari ke depan. Kemudian beliau berdua memanggilku dan
menanyakan
kesiapanku berumah tangga, aku menjawab siap dengan tekad sangat bulat untuk
menjalankan ibadah penyempurna iman ini.
Beberapa hari sebelum pernikahan Umi benar-benar sibuk
menyiapkan segalanya secara detail dan perfeksionis. Beliau yang menentukan
vanue, bintang tamu, undangan, serta dekorasi. Sedangkan mahar beliau pasrahkan
kepadaku. Saya ajak Nayla, anak dari Bukde Nyai Aliya untuk menemaniku membeli
mahar. Dia memiliki selera tinggi terhadap perhiasan. Akhirnya dia menjatuhkan
pilihan pada Cincin Broderie De Cartier, Cactus De Cartier Necklace, Love
Bracelet 10 Diamonds, dan Diamants Legers Earring. Aku setuju saja pilihan dia.
Karena, beberapa hari ke depan ini saya hanya fokus menghatamkan Al Qur’an di
beberapa Maqbaroh Waliyullah di daerah tapal kuda, Surabaya, dan Madura.
Posting Komentar untuk "Lanjutan II Cerpen "Titik Temu""